Ada yang sedang ngekost? Sekedar mau share.
Beberapa di antara kita yang hidup jauh dari kampung halaman, pasti tak asing lagi dengan susah senangnya perantauan. Mau jadi santri pondok,mahasiswa, mahakerja, mahadewa pasti kehidupan kita gak seenak di rumah sendiri. Eh. Kita? Ya. Saya juga mengalami hal yang sama.
Beberapa di antara kita yang hidup jauh dari kampung halaman, pasti tak asing lagi dengan susah senangnya perantauan. Mau jadi santri pondok,mahasiswa, mahakerja, mahadewa pasti kehidupan kita gak seenak di rumah sendiri. Eh. Kita? Ya. Saya juga mengalami hal yang sama.
Memutuskan untuk merantau, sama saja meleparkan diri dari pantauan orang rumah. Bebas sih, tapi kebebasan itu yang terkadang membuat kita dilema hingga tak sengaja justru kebebasan itu menciptakan belenggu yang mengurung kita lebih ketat. Wow. Ketat? Eh. Balik ke topik.
Waktu awal awal merantau, mungkin kita masih irit iritnya. Bak jadi raja ratu sehari, uang selalu cukup sampai kiriman berikutnya. Kita tidak perlu meminta, tiba tiba uang di rekening bertambah entah dari mana. Makan 3 kali sehari, mandi setiap saat, tidur tepat waktu. Ya, masa yang indah yang bagi sebagian dari kita, semua itu hanya bunga masa lalu. Seiring berjalannya masa, roda yang diam perlahan berputar. Stok bahan makanan menipis, murni makan dengan uang saku sendiri. Uang terkuras karena tersangkut pesona lawan jenis yang entah karena apa, membius kita yang masih labil labilnya. Mulai saat inilah kondisi akan berubah.
Lambat laun mulailah kirim pesan minta uang ke orang tua. Cari alasan ini itu agar makan masih bisa seperti dulu. Mandi sudah asal asalan. Tidur tak karuan. Tiap hari harus keluyuran. Yah, namanya juga baru di perantauan. Dari yang awalnya gaya gaxaan naik taxi, turun kasta ojek kemana mana, hingga akhirnya jalan kaki yang penting nafsu terlayani. Parah. Parahnya kalau kita sampai lupa apa tujuan awal perantauan kita. Wah, jangan sampai.
Akhirnya kita pun akan merasakan apa yang orang orang ceritakan. Tanggal tua.
Dimana uang sudah habis untuk boros borosan, tak berani minta karena baru kemarin dapat kiriman. Tapi faktanya kita sedang sangat kesusahan. Ya, kita pasti akan mengeluarkan kekuatan tak terduga. Potensi yang tidur begitu lama di dalam diri. Ilmu survival alami.
Kita akan lebih ahli menahan lapar. Lebih pandai mensiasati baju yang lupa dicuci. Toh, uang sudah tak cukup untuk laundry. Mie instan sudah jadi teman. Kadang jadi pacar. Kadang malah terasa sudah jadi satu di kehidupan. Sabun batangan sudah oplosan, shampo didhalimi dengan air kran, dan kehilangan semangat seharga separuh kehidupan. Ya, begitulah.
Tapi, hal menyakitkan itu lambat laun akan menuntun kita jadi pribadi yang lebih menghargai rezeki. Apapun bentuknya, sampai keping seratus sekalipun, contohnya. Hehe. Tak percaya? Kalau begitu cobalah lalu ceritakan pengalamanmu.
Pengalaman menarik😂😂
ReplyDeleteHaha, menarik?
ReplyDeleteIy bnr bgt,, trs gmn solusiny biar ttp semangat gapai tujuanny?
DeleteIy bnr bgt,, trs gmn solusiny biar ttp semangat gapai tujuanny?
DeleteBener banget ya malah? :D menurut saya sih tetep dikawal terus tujuan kita merantau itu apa. Toh banyak cobaan dan rintangan yang mungkin itu berkat kelakuan buruk kita, nantinya akan membawa kita menuju kedewasaan. Go with the flow aja. terima kasih sudah membaca. Semoga menghibur dan bermanfaat.
DeleteTrue story gan? Wkwkwk
ReplyDeleteyoi gan :D
Delete