Karna semakin mahir memainkan si kulit bundar. menendang dari jarak manapun, dari kondisi yang bagaimanapun, semuanya akurat dan tepat. bulan demi bulan, tahun demi tahun, sekarang karna sudah berusia 17 tahun. badannya tinggi, wajahnya tampan. kelincahannya tidak berkurang sedikitpun.
"Pelatih, seperti janjimu dahulu, ajarkan aku teknik menendang yang pernah kau lakukan." Karna menagih hutang Parasurama.
"Baiklah, anakku. kau sekarang sudah tumbuh menjadi lebih dewasa, kekuatan fisikmu sudah sangat hebat. kau sudah siap untuk menerima ilmu terberatku,"
mereka berdua segera menuju ke lapangan sepak bola. disana Parasurama menempatkan bola di titik tengah, 50 meter dari gawang.
"Anakku, masukkan bola ini ke gawang, dengan sekali tendangan," Parasurama menyuruh Karna.
"Baiklah pelatih" Karna pun melepaskan tendangannya. lurus, tidak melambung tidak memantul, tendangan Karna melesat deras seperti peluru seorang sniper. bola pun melesat masuk ke gawang dan jaring pun bergetar.
"Bagus. sekarang, lihat caraku menendang, dan fahami," Parasurama mengambil ancang-ancang. ditarknya nafas dalam-dalam. Ia berlari dengan pelan, namun lama kelamaan semakin kencang. punggung kakinya dengan keras menghantam bagian belakang bola, namun segera ditariknya ke belakang. segera saja bola meluncur dengan deras, dan sangat cepat.
"Sekarang giliranmu, anakku," Parasurama mundur dan memberi kesempatan kepada Karna.
Karna pun melakukan hal yang sama. namun tendangannya hanya membentur mistar gawang. ia mencoba lagi, malah melenceng sangat jauh. kecepatan tendangannya menyamai tendangan Parasurama, namun untuk akurasi tiba-tiba kemampuannya hilang.
"Kau harus menenangkan hatimu, anakku. ingat pesanku dulu. kedewasaan adalah faktor penting dalam teknik ini,"
"Baik pelatih,' Karna memejamkan matanya. lalu perlahan lahan melihat ke arah tujuan tendangannya. fokusnya hanya pada jaring di tengah. laluia mulai berlari pelan. lama kalamaan semakin ceat dan bola melesat tak terlihat. masuk dan gol!. Karna yang senang dapat menguasai teknik itu terlihat meloncat-loncat kegirangan. diulanginya 10 kali dan semuanya berhasil.
"Ayah, kali ini aku tinggal selangkah lagi untuk membuktikan semuanya. membuktikan kepada Drona dan muridnya bahwa aku sanggup belajar lebih hebat dari mereka. Ayah, setelah ini, kita tidak akan dipandang sebelah mata lagi!"
"Apa maksudu, anakku!" Parasurama yang dari tadi mendengar lamunan Karna membuat Karna terkejut.
"Bukan apa-apa, Pelatih," Karna mencoba menenangkan diri.
"Apa maksudmu dengan pembuktian? Keluarga yang dipandang sebelah mata, apa maksudmu?" Parasurama semakin bingung.
"Aku hanya bergumam, pelatih."
Parasurama lalu melihat sebuah benda yang dipegang Karna.
"Apa itu? sebuah kalung? Berikan padaku,"
Karna dengan gemetaran memberikan kalung yang dipegangnya kepada pelatihnya. parasurama terkejut. ia melihat foto di kalung itu.
"Adhirata, Kusir Kuda di kecamatan, bagaimana kau memiliki fotonya? Siapakah kau sebenarnya, wahai Karna!" Parasurama segera naik pitam. ia ingat dahulu semasa kecil Adhirata adalah temannya. namun semua itu pupus karena ulah Adhirata yang menjebak Parasurama sehingga pelatih itu tersesat di hutan selama bertahun-tahun.
"Aku adalah anak dari Adhirata, Pelatih,"
Segera saja Parasurama marah besar. langit mulai menampakkan guntur dan kilatnya.
"Kau telah berbohong padaku. Kau telah membangkang kepada orang tuamu. Kau tahu kenapa anak kusir tidak diijinkan belajar bola? karena dari anak kusir itu akan lahir generasi yang unggul di bidang pendidikan! kalau kau dididik untuk bermain bola, maka kau membuang kesempatanmu untuk menjadi ahli penelitian dan teknologi! dan yang lebih membuatku marah, kau belajar padaku, sudah dicampuri niat untuk menyombongkan diri di depan Dunia! Aku mengutukmu agar kemampuan yang telah kau pelajari dariku, termasuk teknik tendangan super, akan sirna saat kau benar benar membutuhkannya! ingat itu!" Guntur dan kilat menyambar nyambar bersahutan. karna segera lari pergi, meninggalkan tempat pelatihan milik pelatih Parasurama. ia hanya berharap kemarahan pelatihnya itu hanya emosi belaka.
Bersambung ke Episode 10
"Pelatih, seperti janjimu dahulu, ajarkan aku teknik menendang yang pernah kau lakukan." Karna menagih hutang Parasurama.
"Baiklah, anakku. kau sekarang sudah tumbuh menjadi lebih dewasa, kekuatan fisikmu sudah sangat hebat. kau sudah siap untuk menerima ilmu terberatku,"
mereka berdua segera menuju ke lapangan sepak bola. disana Parasurama menempatkan bola di titik tengah, 50 meter dari gawang.
"Anakku, masukkan bola ini ke gawang, dengan sekali tendangan," Parasurama menyuruh Karna.
"Baiklah pelatih" Karna pun melepaskan tendangannya. lurus, tidak melambung tidak memantul, tendangan Karna melesat deras seperti peluru seorang sniper. bola pun melesat masuk ke gawang dan jaring pun bergetar.
"Bagus. sekarang, lihat caraku menendang, dan fahami," Parasurama mengambil ancang-ancang. ditarknya nafas dalam-dalam. Ia berlari dengan pelan, namun lama kelamaan semakin kencang. punggung kakinya dengan keras menghantam bagian belakang bola, namun segera ditariknya ke belakang. segera saja bola meluncur dengan deras, dan sangat cepat.
"Sekarang giliranmu, anakku," Parasurama mundur dan memberi kesempatan kepada Karna.
Karna pun melakukan hal yang sama. namun tendangannya hanya membentur mistar gawang. ia mencoba lagi, malah melenceng sangat jauh. kecepatan tendangannya menyamai tendangan Parasurama, namun untuk akurasi tiba-tiba kemampuannya hilang.
"Kau harus menenangkan hatimu, anakku. ingat pesanku dulu. kedewasaan adalah faktor penting dalam teknik ini,"
"Baik pelatih,' Karna memejamkan matanya. lalu perlahan lahan melihat ke arah tujuan tendangannya. fokusnya hanya pada jaring di tengah. laluia mulai berlari pelan. lama kalamaan semakin ceat dan bola melesat tak terlihat. masuk dan gol!. Karna yang senang dapat menguasai teknik itu terlihat meloncat-loncat kegirangan. diulanginya 10 kali dan semuanya berhasil.
"Ayah, kali ini aku tinggal selangkah lagi untuk membuktikan semuanya. membuktikan kepada Drona dan muridnya bahwa aku sanggup belajar lebih hebat dari mereka. Ayah, setelah ini, kita tidak akan dipandang sebelah mata lagi!"
"Apa maksudu, anakku!" Parasurama yang dari tadi mendengar lamunan Karna membuat Karna terkejut.
"Bukan apa-apa, Pelatih," Karna mencoba menenangkan diri.
"Apa maksudmu dengan pembuktian? Keluarga yang dipandang sebelah mata, apa maksudmu?" Parasurama semakin bingung.
"Aku hanya bergumam, pelatih."
Parasurama lalu melihat sebuah benda yang dipegang Karna.
"Apa itu? sebuah kalung? Berikan padaku,"
Karna dengan gemetaran memberikan kalung yang dipegangnya kepada pelatihnya. parasurama terkejut. ia melihat foto di kalung itu.
"Adhirata, Kusir Kuda di kecamatan, bagaimana kau memiliki fotonya? Siapakah kau sebenarnya, wahai Karna!" Parasurama segera naik pitam. ia ingat dahulu semasa kecil Adhirata adalah temannya. namun semua itu pupus karena ulah Adhirata yang menjebak Parasurama sehingga pelatih itu tersesat di hutan selama bertahun-tahun.
"Aku adalah anak dari Adhirata, Pelatih,"
Segera saja Parasurama marah besar. langit mulai menampakkan guntur dan kilatnya.
"Kau telah berbohong padaku. Kau telah membangkang kepada orang tuamu. Kau tahu kenapa anak kusir tidak diijinkan belajar bola? karena dari anak kusir itu akan lahir generasi yang unggul di bidang pendidikan! kalau kau dididik untuk bermain bola, maka kau membuang kesempatanmu untuk menjadi ahli penelitian dan teknologi! dan yang lebih membuatku marah, kau belajar padaku, sudah dicampuri niat untuk menyombongkan diri di depan Dunia! Aku mengutukmu agar kemampuan yang telah kau pelajari dariku, termasuk teknik tendangan super, akan sirna saat kau benar benar membutuhkannya! ingat itu!" Guntur dan kilat menyambar nyambar bersahutan. karna segera lari pergi, meninggalkan tempat pelatihan milik pelatih Parasurama. ia hanya berharap kemarahan pelatihnya itu hanya emosi belaka.
Bersambung ke Episode 10
Comments