Maaf Bu!
Seharusnya memang tadi pagi aku mempersiapkan semuanya dulu. Akh1
siapa suruh aku tadi malam begadang hanya untuk menunggu pertandingan
sepak bola? Haduh, toh juga tadi malam akusudah ketiduran di depan tv
sebelum pertandingan dimulai. Rugi, rugi. Namuna ku tidak boleh
terlalu banyak mengeluh akan hal ini. Jam pelajaran Pak Anton sudah
selesai dan beliau belum juga hadir di kelas. Pelajaran pun berganti
Kimia. Bu Maya yang mengajar.
“Ton, nanti sepulang sekolah anterin aku pulang ya,” bisikku
kepada Toni. Kulihat ia sedang fokus menyimak penjelasan Bu Maya.
“Oke,” Pandangan matanya fokus ke bu Maya. Mulutnya hanya terbuka
sedikit. Di atas meja, ia mengacungkan jempol kanannya tanda setuju.
“Thanks bro,” kutepuk pundaknya. Namun sial, suara tepukanku
teryata terlalu keras. Bu Maya menoleh ke belakang dengan tatapan
tajam. Kami berdua hanya bisa menunduk dengan terpejam.
Setidaknya aku bisa lebih tenang nanti tidak jadi naik angkutan kota.
Bu Maya memberikan kami latihan soal. Seperti biasa, setelah itu
beliau akan pergi ke ruang guru untuk sekedar minum air. Di saat
seperti ini, peranku jadi sangat krusial.
“Nurul! Nomer 5 isinya Amoniak bukan?” Dyah berteriak dari pojok.
“Nurul! Ini yang nomer 1 pake cara apa?” Yogi berteriak dari
belakang.
“Nurul, ajarin yang ini dong,” Tya si cantik berbisik tepat di
sampingku.
“Rul! Tolongin disini sebentar Rul!” itu pasti teriakan Karyo.
Begitulah, sebagai urid yang berprestasi, aku diserahi tugas oleh bu
Maya untuk membantu teman temanku dalam memahami materi yang
diajarkan. Selain itu, terkadang di luar jam sekolah ada juga teman
temanku yang datang ke rumah untuk belajar bersamaku. Kebanyakan di
antara mereka akan berbicara seperti ini : 'kamu gimana sih caranya
kok bisa jadi pinter?' yah sampai sekarang akupun belum menemukan
jawabannya.
Bel Pulang berdering. Pak Soleh mengakhiri pelajaran dengan doa
bersama. Sesuai janji tadi, aku pulang diantarkan oleh Toni. Karena
hari ini hari Jumat, maka kami pulang jam 10.30. tunggu sebentar. Ini
hari Jumat? Berarti,.. Ibu!
Tepat seperti dugaanku. Ibu duduk mematung di teras rumah.
Belanjaannya tertata rapi di dekat kursi. Melihat aku pulang, wajah
ibu seketika menunjukkan campuran antara senang dan gemas.
“Nurul, Kunci rumah kamu bawa kan?” aku tidak tahu apakah itu
sebuah pertanyaan atau sebuah retoris untuk membuatku merasa
bersalah. Tanpa berucap apapun, aku bergegas ke rumah meninggalkan
Toni yang juga langsung pulang. Aku segera membuka kunci pintu.
“Nurul,Nurul.” ibuku berjalan memasuki rumah. Tidak lama
berselang ayah pun datang. Akh! Kenapa aku bisa lupa kalau ini hari
Jumat? Hah! Sudahlah, sudah terlanjur.
Comments