Mini Amnesia 2 : Maaf Bu!


Maaf Bu!

Seharusnya memang tadi pagi aku mempersiapkan semuanya dulu. Akh1 siapa suruh aku tadi malam begadang hanya untuk menunggu pertandingan sepak bola? Haduh, toh juga tadi malam akusudah ketiduran di depan tv sebelum pertandingan dimulai. Rugi, rugi. Namuna ku tidak boleh terlalu banyak mengeluh akan hal ini. Jam pelajaran Pak Anton sudah selesai dan beliau belum juga hadir di kelas. Pelajaran pun berganti Kimia. Bu Maya yang mengajar.
“Ton, nanti sepulang sekolah anterin aku pulang ya,” bisikku kepada Toni. Kulihat ia sedang fokus menyimak penjelasan Bu Maya.
“Oke,” Pandangan matanya fokus ke bu Maya. Mulutnya hanya terbuka sedikit. Di atas meja, ia mengacungkan jempol kanannya tanda setuju.
“Thanks bro,” kutepuk pundaknya. Namun sial, suara tepukanku teryata terlalu keras. Bu Maya menoleh ke belakang dengan tatapan tajam. Kami berdua hanya bisa menunduk dengan terpejam.
Setidaknya aku bisa lebih tenang nanti tidak jadi naik angkutan kota. Bu Maya memberikan kami latihan soal. Seperti biasa, setelah itu beliau akan pergi ke ruang guru untuk sekedar minum air. Di saat seperti ini, peranku jadi sangat krusial.
“Nurul! Nomer 5 isinya Amoniak bukan?” Dyah berteriak dari pojok.
“Nurul! Ini yang nomer 1 pake cara apa?” Yogi berteriak dari belakang.
“Nurul, ajarin yang ini dong,” Tya si cantik berbisik tepat di sampingku.
“Rul! Tolongin disini sebentar Rul!” itu pasti teriakan Karyo. Begitulah, sebagai urid yang berprestasi, aku diserahi tugas oleh bu Maya untuk membantu teman temanku dalam memahami materi yang diajarkan. Selain itu, terkadang di luar jam sekolah ada juga teman temanku yang datang ke rumah untuk belajar bersamaku. Kebanyakan di antara mereka akan berbicara seperti ini : 'kamu gimana sih caranya kok bisa jadi pinter?' yah sampai sekarang akupun belum menemukan jawabannya.
Bel Pulang berdering. Pak Soleh mengakhiri pelajaran dengan doa bersama. Sesuai janji tadi, aku pulang diantarkan oleh Toni. Karena hari ini hari Jumat, maka kami pulang jam 10.30. tunggu sebentar. Ini hari Jumat? Berarti,.. Ibu!
Tepat seperti dugaanku. Ibu duduk mematung di teras rumah. Belanjaannya tertata rapi di dekat kursi. Melihat aku pulang, wajah ibu seketika menunjukkan campuran antara senang dan gemas.
“Nurul, Kunci rumah kamu bawa kan?” aku tidak tahu apakah itu sebuah pertanyaan atau sebuah retoris untuk membuatku merasa bersalah. Tanpa berucap apapun, aku bergegas ke rumah meninggalkan Toni yang juga langsung pulang. Aku segera membuka kunci pintu.
“Nurul,Nurul.” ibuku berjalan memasuki rumah. Tidak lama berselang ayah pun datang. Akh! Kenapa aku bisa lupa kalau ini hari Jumat? Hah! Sudahlah, sudah terlanjur.

Comments